Rabu, 25 Februari 2009

Ciri-ciri Pakaian Menutup Aurat
Al-Qur’an dan As-Sunnah menyuruh umat Islam untuk menutup aurat untuk kemashlahatan umat Islam itu sendiri. Dengan menutup aurat, umat Islam secara tidak langsung menciptakan suasana aman dari fitnah sekaligus aman dari syahwat yang tidak sesuai dengan tuntunan agama.
Dalam menutup aurat, umat Islam harus memperhatikan pakaian yang memang menenuhi standar syari’at Islam. Pakaian yang memenuhi syari’at Islam harus memiliki dan memenuhi ciri-ciri pakaian menutup aurat.
Adapun pakaian yang menutupi ciri tersebut adalah :
.[1]Pakaian tersebut menutup seluruh bagian tubuh yang wajib di tutupi dari semua sisi.[1]
Para ahli fiqh menyepakati kewajiban menutup aurat pada bagian sisi yang saling berhadapan (depan, belakang, sisi kiri dan sisi kanan). Tentu hal ini menyempurnakan menutup aurat, namun mereka berbeda pendapat tentang kewajiban menutup aurat dari bagian bawah dan atas.
Menurut ulama Malikiyah, Hambaliyah dan sebagian Syafi’iyah berpendapat, wajib menutup aurat dari semua sisi, termasuk bagian atas dan bawah, seperti seseorang shalat dengan mengenakan pakaian kerah lebar saat ruku’ dan sujud auratnya terlihat maka shalatnya tidak shah. Mereka berargumen dengan dalil sebagai berikut :
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَ كْوَعِ رَضِ قَالَ قُلْتُ يَارَسُوْلُ اللهِ ص م إِنِّى أَكُوْنُ فِى الصَّيْدِ وَأُصَلِّى وَلَيْسَ عَلَيَّ إِلاَّ قَمِيْصٌ وَاحِدٌ قَالَ فزَرِّرْهُ وَإِنْ لَمْ نَجِدْ إِلاَّ شَوْكَةً ( رواه أحمد وأبواداود والنسائ)[2]
“Dari Salamah bin al-Akwa’ R.A Ia berkata, aku bertanya : wahai Rasulullah SAW, aku gemar berburu. Apakah aku boleh melaksanakan shalat dengan sehelai gamis ?, beliau menjawab ya kancingkan gamismu meski dengan duri”(HR. Ahmad, Abu Daud dan AN-Nasa’i)

[2Pakaian tersebut harus berbuat dari bahan yang tebal sehingga dapat menutup warna kulit dari jarak yang wajar dan dengan penglihatan normal.[3] Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَ هُمَاقَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ البَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَاالنَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَمِيْلاَتٌ مَائِلاَ تٌ رَؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنَمَةِ البُخْتِ المَائِلَةِ لاَيَدْخَلْنَ الجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رَيْحَهَا وَإِنَّ رَيْحَهَا لِيُوْجَدَ مِنْ مَيْسَرَةٍ كَذَاكَذَا (رواه مسلم)[4]
Artinya :
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, Dua golongan dari penghuni neraka yang belum pernah aku lihat yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang memalingkan (orang lain kepada maksiat) dan berlenggok-lenggok kepalanya atau rambutnya seperti punuk onta yang miring. Mereka tidak akan masuk sorga dan tidak akan dapat baunya, padahal bau sorga itu tercium dari jarak yang sangat jauh. (HR.Muslim).

Pakaian tebal disini untuk menghindari aurat tersebut terlihat. Dalam artian pakaian yang tembus pandang dan tipis sehingga memperlihatkan aurat perempuan atau laki-laki tidak dibolehkan oleh syari’at.
Pakaian tersebut harus longgar, tidak memperlihatkan lekukan tubuh. [5]
Pakaian tersebut tidak ketat sehingga tidak memperlihatkan bentuk tubuh. Namun para ulama fiqh berselisih pendapat tentang pakaian sempit tapi tidak terlihat warna kulit untuk di bawa shalat.
Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah memakruhkan shalat dengan pakaian yang sempit. Menurut ulama Malikiyah, shalatnya dianjurkan untuk diulang pada waktu itu juga. Hal tersebut didasarkan pada riwayat Aisyah. Dia meriwayatkan , perempuan harus mengenakan tiga pakaian yang digunakan untuk shalat, baju kurung, jilbab dan kerudung. Aisyah pernah melepaskannya dan menggunakannya sebagai jilbab. (HR. Ibnu Abi Syaibah).[6]
Sementara dalil yang menyatakan harus memakai pakaian longgar dan tidak ketat adalah sebagai berikut :
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ كَسَانِى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُبْطِيَّةً كَثِيْفَةً مِمَّاأَحْدَاهَالَهُ دِحْيَةُ الكَلْبِيُّ فَكَسَوْتُهَا امْرَأَتِي فَقَالَ مَالَكَ لَمْ تَلْبَسْ القُبْطِيَّةُ قُلْتُ كَسَوْتُهَاامْرَأَتِيْ فَقَالَ مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَاغِلاَ لَةً فَإِنِّى أَخَافُ أَنْ تَصِفَ حَجْمَ عِظَامِهَا (رواه احمد)[7]

Artinya :
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata: Rasulullah SAW memberikan kain Qibthi tebal yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbi kepada beliau, lalu saya berikan kepada isteriku untuk pakaiannya. Rasulullah bertanya (kepadaku): Mengapa engkau tidak memakai kain Qibthi itu ? saya menjawab: saya berikan kepada istriku untuk pakaiannya. Beliaupun bersabda: suruhlah dia (istrimu) memakai kain di bagian dalamnya karena aku khawatir (kain qibthiku) memperlihatkan lekuk tubuhnya. (HR. Ahmad).[8]


Dalam hadits diatas, Rasulullah SAW memerintahkan agar wanita yang memakai baju Qibthiyah, juga memakai pakaian dalam agar tidak nampak lekuk tubuhnya, perintah pada asalnya wajib, sebagaimana ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih, oleh karena itu Asy Syaukani berkata: hadist ini menunjukkan wajibnya seorang wanita memakai pakaian yang menutup seluruh badanya dengan pakaian yang tidak menggambarkan bentuk tubuhnya. Ini menjadi syarat dari pakaian yang merupakan penutup aurat. Rasulullah SAW memerintahkan agar istri Usamah mengenakan pakaian dalam dibalik baju Qibthiyah itu , karena biasanya tipis sehingga bisa menyembunyikan warna kulit dari pandangan orang yang paling tidak akan mengambarkan lekuk tubuhnya[9].
Menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani, pakaian Qibthiyah merupakan pakaian tebal namun masih bisa menggambarkan bentuk tubuh, pakaian ini karakter lembut dan lentur ditubuh, sehingga menggambarkan lekuk tubuh[10]. Maka yang dimaksud hadits diatas bukan pakaian itu tipis tapi karena ketat.

Pakaian tersebut tidak menyerupai pakaian laki-laki bagi perempuan dan sebaliknya.
Hal ini didasarkan beberapa hadits shahih yang melaknat perempuan atau laki-laki yang memakai pakaian yang menyerupai lawan jenisnya. Hadits-hadits tersebut antara lain:
1. Dari Ibnu Abbas RA,
عَن ِابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَاقَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِجَالِ بِالنِّسَآءِ وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النَّسِآءِ بِالرِّجَالِ (رواه البخاري والترميذ,وأبواداود وابن ماجه واحمد و الدارمى)[11]

“Dari Ibnu Abbas ia berkata Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki (HR. Bukhari, Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi)

2. Dari Abu Hurairah RA
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لأُبْسَةَ المَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ (رواه أحمد وأبودلود وابن حبان والنسائ والحاكم والطبرانى)[12]
“Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibbah, Nasa’I, Hakim dan Thabarani)

Pakaian tersebut bukan untuk sebuah popularitas.
Pakaian yang niatnya untuk menutup aurat, bukan untuk mengikuti model terkini sehingga menarik orang untuk melihatnya. Pakaian untuk sebuah popularitas sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Sebagaimana termuat dalam hadits Nabi sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَال رَسوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِى الدُّنْيَاالبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مَذَ لَّةِ يَوْمَ القِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيْهِ نَارًا(رواه ابن ماجه وأبواداود وأحمد)[13]
“Dari Abdullah Ibnu Umar, ia berkata:”Rasulullah SAW, bersabda:”barang siapa di dunia memakai pakaian mencolok, maka kelak Allah menggenakan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian ia akan dimasukkan ke dalam api neraka (HR Ibnu Majah, abu Daud dan Ahmad)

Pakaian tersebut tidak menyerupai pakaian orang kafir.
Pakaian yang dipakai tiadak menyerupai pakaian orang kafir. Orang kafir yang dimaksud disini termasuk Yahudi, Kristen dan penyembah berhala. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِوبْنِ الْعَاصِ قَالَ رَأَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيَّ ثَوْ بَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا ( رواه مسلم و النسائ و الحاكم )[14]
“Dari Abdullah bin ‘Umar , ia berkata,” Rasulullah SAW melihat saya memakai dua kain yang dicelup warna kuning. Beliau lalu bersabda:”sesungguhnya kain dengan warna ini termasuk pakaian orang-orang kafir. Oleh karena itu engkau jangan memakainya”. (HR Muslim, Ahmad., An Nasa’I, Baihaqi Thayalisi dan Hakim)[15]

Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa orang Islam dilarang memakai pakaian yang warnanya menyerupai warna yang menjadi simbol bagi orang kafir. Pada zaman tersebut warna kuning merupakan lambang golongan kafir dan kaum Quraisy musyrik[16]. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW melarang para shahabatnya memakai kain yang berwarna kuning mencolok. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi berikut ini,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَمِنْهُمْ (رواه ابواداود)[17]

“Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : ‘siapa yang meniru keadaan suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.( HR. Abu Daud)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa umat Islam tidak boleh memakai pakaian yang merupakan identitas orang kafir, apalagi itu tidak menutup aurat, karena siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia masuk kaum tersebut.
Pakaian tersebut bukan untuk berhias.[18]
Surat An-Nur ayat 31 melarang seorang perempuan menampakkan perhiasanya kepada orang lain, hal ini didukung oleh firman Allah:
tbö�s%ur ’Îû £`ä3Ï?qã‹ç/ Ÿwur šÆô_§Žy9s? yl•Žy9s? Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# 4’n[19]
Perempuan-perempuan jahiliyah dahulu kalau berjalan di hadapan laki-laki, mereka pukul-pukulkan kakinya supaya terdengar suara kakinya. Untuk itu al-Qur’an melarangnya karena hal tersebut dapat membangkitkan khayal laki-laki. Sebagaimana Allah berfirman:
( Ÿwur tûøóÎŽôØo„ £`ÎgÎ=ã_ö‘r'Î/ zNn=÷èã‹Ï9 $tB tûüÏÿøƒä† `ÏB £`ÎgÏFt^ƒÎ— 4

”dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (An-Nur 31)

Selain itu, Perempuan juga dilarang memakai wangi-wangian yang cukup dapat membangkit syahwat dan perhatian laki-laki. Hal ini juga didasarkan pada hadits Nabi sebagai berikut:
عَنِ الْأَشْعَرِيَّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوْا مِنْ رِيْحِهَا فَهِيَ زَانِيَّةٌ (رواه النسائ و الترميذى وابوداود و أحمد و الدرمى)[20]

“Dari (Abu Musa) Al ‘Asy’ary ia berkata: rasulullah SAW bersabda: siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu melaewati sekelompok laki-laki agar mereka mencium bau wanginya, maka dia laksana perempuan yang berzina”.(HR.Nasa’I, Tarmizi, Abu Daud, Ahmad dan Darimi)

Demikianlah ciri-ciri pakaian menutup aurat yang harus dipenuhi oleh seorang muslim, agar kemaslahatan hukum bisa tercapai.
E. Pakaian Adat Minang
Orang minang kabau mempunyai adat tersendiri dalam kesehariannya. Kaum laki-laki maupun perempuan Minang Kabau mempunyai pakaian sehari dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Dalam Encyclopaedie Van Nederlandsch dijelaskan pakaian harian laki-laki dan perempuan menurut adat istiadat Minang Kabau. Pakaian harian Minang Kabau meliputi selembar destar, sehelai baju ketat, sarung ikat pinggang celana dan sehelai sapu tangan. Adapun pakaian wanita terdiri dari kain, baju dan selendang.[21]
Pakaian harian tersebut dijelaskan secara rinci oleh Drs. Anwar Ibrahim dan H. Djafri Dt. Lubuk Sati dkk dalam bukunya”Pakaian adat Tradisional Sumatera Barat sebagai berikut”.[22]
1. Pakaian Harian Pria
Dalam daerah Minang Kabau tidak banyak macam pakaian harian orang muda yang dipakai atau yang diadatkan. Satu-satunya jenis pakaian orang muda Minang Kabau sebagai berikut:
a. Celana Batik
Celana ini dibuat dari kain batik dengan ukuran yang sederhana tanpa pisak

b. Baju
Baju orang muda atau baju harian seorang penghuylu di minang kabau adalah baju putih gunting cina yang mempunyai sulam
c. Peci
Peci yang dipakai adalah peci beludru warna hitam. Disamping itu pakian orang muda minang kabau dilengkapi dengan sarung bugis dan tongkat. Sarung bugis disandangkan pada bahu kiri dengan lurus ke bawah melingkari tangan kiri dan berfungsi untuk dipakai shalat. Adapun tongkat digunakan terutama bagi penghulu.
2. Pakaian Harian Wanita
Pada dasarnya pakaian harian wanita Minang Kabau hampir bersamaan, walaupun ada sedikit variasi di beberapa tempat. Pakaian harian tersebut pada pokoknya terdiri dari : Baju kurung, kodek (Lambak dan Tengkuluk) dan tengkuluk. Dalam bahasan ini, dibedakan pakaian harian orang tua dengan orang muda walau hamper bersamaan, sebagai berikut :
a. Pakaian harian orang tua
Pakaian para wanita yang tergolong tua atau berumur di Minang Kabau terdiri baju kurung, kodek atau sarung selendang[23]. Baju kurung ini panjangnya sampai lengan dan dalamnya sampai bawah lutut. Sementara pakaian bawahnya disebut sarung yang panjangnya menutupi seluruh jari-jari kaki. Untuk bagian atas dinamakan selendang. Selendang ini hanya menutupi rambut dan telinga, dengan cara dililitkan. Pakaian inilah yang dipakai oleh wanita berumur di minang kabau yang meliputi baju kurung, selendang dan sarung.
b. Pakaian harian orang muda.
Pakaian orang muda Minang Kabau terdiri dari :
- Baju Kurung
Baju kurung yang dipakai sebagai baju harian ditata lebih dalam dan pada umumnya hingga lutut dan lengannya sampai pergelangan tangan[24]. Baju kurung ini hampir sama polanya disemua daerah yang ada diminang kabau, hanya perbedaan bahan dasar dan aksorisnya.
- Tengkuluk
Tengkuluk merupakan pakaian penutup kepala di Minang Kabau, tengkuluk ini di daerah kabupaten tanah datar bentuknya seperti tanah liat, ditutupkan atau dengan melilitkan kepala dengan ujungnya lepas ke belakang[25].
- Kodek atau sarung
Kain ini merupakan yang pertama dipasang oleh pemakainya yang dalamnya sampai kemata kaki.[26]
Selain itu dalam adat Minang Kabau mengatur tingkah laku seorang perempuan dalam berpakaian yang disebut sumbang dalam pakaian. Sumbang dalam pakaian adalah pakaian yang tidak pantas dipakai. Sumbang pakaian ini diantaranya berpakaian seperti laki-laki, pakaian yang mengumbar nafsu dan tidak menutup aurat.[27]
.

[1] Ibid. h. 169
[2] Imam Bukhari, op.cit.,jilid ke-3 juz ke-7 h.19
[3] Abdul Wahab. op.cit., Ibid., h. 167
[4] Imam Muslim, op.cit., Juz ke-4 h. 2192
[5] Abdul Wahab, op.cit., h. 171
[6] Ibid., h.172
[7] Muhammad Thalib, op.cit., h. 49
[8] Ibid.
[9] Syaikh Nashiruddin Albani, op.cit, h. 143
[10] Ibid, h.144
[11] Muhammad Thalib, op cit, h.49.
[12] Ibid.

[13] Ibid., h.144
[14]Ibid, h. 52
[15] Ibid, h.52
[16] Ibid., h. 54

[17] Ibid.
[18]Syekh Nashiruddin Albani, op.cit., h. 132
[19] M.Yusuf Qardhawi, op.cit., h. 225
[20] Muhammad Thalib, op.cit., h. 57
[21] Pusat Dokumentasi Informasi Kebudayaan Minangkabau, Minangkabau dan Orang Minang kabau, (t.t:PDIKM:t.th), h.8-11
[22] Anwar Ibrahim dan Djafri Dt. Lubuk Sati dkk, Pakaian Adat Tradisional Minang Kabau, (Padang: Depdikbud:1985), h.111-115
[23] Ibid, h.102
[24] Ibid, h. 114
[25] Ibid, h. 122
[26] Ibid.
[27] Idrus Hakimy, Pegangan Penghulu,m Bundo Kanduang dan Pidato Alua Pasambahan adat di minang kabau (Bandung: PT Remaja Rosda Karya: 1994) cet ke-4, h.110